Kamis, 19 Agustus 2010

Anjuran Berbisnis Bagi Muslim

Oleh Dr. H. M. Syafii Antonio *]
Entrepreneurship atau kewirausahaan sebenarnya sangat lekat dengan seorang Muslim, baik dari sisi kesejarahan [historis] maupun normatif.
Dari sisi sejarah kenabian, kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang pebisnis. Beliau telah merintis usaha bisnis ini sejak usia dini [± 12 tahun] ketika beliau menemani pamannya Abu Thalib berdagang ke negeri Syam. Kemudian, di masa remaja hingga menjelang pernikahan beliau melakukan berbagai usaha seperti menggembala ternak dan berdagang. Hingga akhirnya beliau dipercaya untuk mengelola barang perniagaan milik Khadijah yang akhirnya menjadi istri beliau.
Nabi Muhammad Saw terus melanjutkan usaha perdagangan ini yang wilayahnya melingkupi sebagian besar Jazirah Arab. Beliau telah menjadi pedagang regional yang melakukan bisnis ekspor-impor pada usia yang masih relatif muda.
Pekerjaan ini beliau lakukan hingga beliau diangkat menjadi rasul pada waktu beliau berusia sekira 40 tahun. Kalau dihitung lamanya beliau melakukan usaha ini hingga masa permulaan kenabian adalah sekira 25 tahun, sedikit lebih lama dari masa kerasulan beliau yang berlangsung selama lebih kurang 23 tahun.
Kewirausahaan juga milik para nabi dan rasul sebelum beliau. Mereka ada yang menjadi peternak, petani, tukang kayu, dan pedagang. Sebagian mereka juga merupakan pelaku pasar [QS al-Furqân [25]: 7 dan 20]. Mereka tidak segan-segan melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar meskipun mereka adalah utusan Allah.
Jiwa dan semangat ini diteladani oleh para sahabat Rasulullah Saw. Di antara mereka ada yang menjadi pedagang sukses seperti Abu Bakar Shiddiq, Utsman bin Affan, dan Abdurrahman bin Auf. Sebagian lain ada yang menjadi petani dan peternak.
Penyebaran Islam hingga mencapai Nusantara dilakukan oleh para pedagang Muslim. Mereka mengikuti jalur-jalur perdagangan pada waktu itu dan singgah di beberapa pantai Nusantara. Mereka melakukan bisnis dengan penduduk.

Lama-kelamaan muncul ketertarikan penduduk setempat dengan agama para pedagang tersebut dan mereka memeluknya dengan sukarela.
Dari segi normatif banyak sekali ayat al-Qur’an dan hadits yang secara tersurat maupun tersirat menganjurkan menjadi seorang pebisnis. Mafhum dari ayat-ayat terakhir surah al-Jumu’ah adalah bahwa seorang Muslim seharusnya menjadi pebisnis yang berskala global karena adanya perintah untuk bertebaran di muka bumi untuk mencari karunia Allah.
Beberapa hadits Rasulullah Saw juga menganjurkan untuk menjadi pebisnis seperti hadits yang menyatakan bahwa Allah lebih menyukai hamba-Nya yang makan dari hasil tangannya sendiri, Allah menyukai orang yang berpagi-pagi dalam mencari rezeki, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, dan sebagainya.
Di samping itu, kalau kita perhatikan hampir semua amal ibadah yang diwajibkan kepada setiap Muslim mempunyai sisi ekonomi atau bisnisnya. Perintah shalat misalnya, memerlukan penutup aurat seperti pakaian, mukena dan kain sarung, serta sajadah. Semua itu memerlukan suatu industri tekstil yang melingkupi pertanian kapas, pabrik benang, pabrik kain, konveksi, dan pedagang perangkat alat shalat. Dapat kita bayangkan seberapa besar bisnis yang digerakkan dan tenaga kerja yang diserap oleh satu perintah Allah ini. Tetapi sayangnya industri-industri tekstil berskala besar masih dikuasai saudara kita yang non-Muslim.
Perintah puasa Ramadhan juga menggerakkan bisnis yang tidak kalah besarnya. Bisnis yang digerakkan selama bulan Ramadhan meliputi industri makanan, pakaian, bingkisan, transportasi, ekspedisi, dan sebagainya. Bayangkan berapa besar uang beredar selama bulan Ramadhan dan awal Syawal.
Perintah haji juga tidak kalah dahsyatnya dari segi bisnis. Kita masih memerlukan usaha-usaha tour dan travel yang melayani jamaah haji dan umrah. Kita memerlukan bisnis transportasi udara, laut, dan darat untuk mengangkut para jamaah. Belum lagi bisnis makanan dan penginapan selama mereka melakukan ibadah di tanah suci. Bagi yang tidak berangkat, masih ada peluang peternakan kambing dan sapi untuk hewan kurban. Kalau dalam 1.000 penduduk ada 1 ekor sapi yang dikurbankan, maka ada permintaan 230 ribu ekor sapi untuk hewan kurban di Indonesia setiap tahun.

Semua ini merupakan peluang bisnis yang sangat besar bagi kaum Muslim. Bisnis yang menunjang ibadah-ibadah ini bisa dikatakan sebagai fardhu kifayah bagi kaum Muslim. Hal ini karena dalam ushul fiqh adalah qaidah yang berbunyi, amrun bis-syai’ amrun bi wasâilihi [perintah terhadap sesuatu, adalah perintah juga untuk sarana-sarananya]. Juga ada qaidah yang berbunyi, ma la yatimmu al-wâjibu illâ bihi fa huwa wâjib [apa yang yang tidak sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengan adanya sesuatu itu, maka ia juga menjadi wajib]. Contoh, mendirikan shalat adalah wajib, maka aneka bisnis yang mendukung adanya alat-alat shalat juga wajib. Demikian juga dengan perintah haji, maka kaum Muslim wajib mengadakan bisnis transportasi, katering, dan akomodasi bagi para jamaah.

Tidak ada komentar: