Kamis, 12 Agustus 2010

MENGAPA MISKIN?

Mengapa Miskin...???

Summary:tanduk01

Mengapa Miskin ???



Pada beberapa tayangan media massa, dimana disitu dinyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan. Dijamin pasti ada yang kontra terutama sekali mereka yang salah satu pekerjaannya mengkritik pemerintah. Orang-orang kelompok ini baik dari LSM, peneliti, pengamat atau lainnya barangkali dapat dikelompokan sebagai orang-orang yang manganggap bahwa kemiskinan itu semata-mata karena hanya kebijakan pemerintah. Ketika, dikembalikan kepada pemerintah, proses penyiapan skill adalah kebijakan perekonomian. Mereka yang menganggap gagal dalam penangulangan kemiskinan sama artinya dengan mereka menganggap gagal dalam system pendidikan kita karena pendidikan kita tidak berhasil mencetak generasi yang mempunyai skill dan etos kerja untuk bisa siap hidup dan tidak miskin. Dalam waktu yang sama mereka juga mereka akan menganggap gagal dalam kebijakan perekonomian karena pasar atau dunia kerja tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menampung atau menyerap mereka.

Memang tidak sesederhana ini. Kebijakan mempunyai implikasi panjang karena akan berkaitan dengan berdagangan, perundustrian, UKM, dan masih panjang lagi, khususnya pendidikan sebagaimana saya sebut diatas. Bagi Negara-negara berkembang, mungkin peran Negara diharapkan sekali. Sedangkan Negara-negara kapitalis yang maju, justru less stateness (peran kecil Negara) yang diharapkan, sehingga free market yang konsekuensi utamanya adalah kompetisi bebas yang semakin besar. Kebebasan dan memacu kompetisi. Kompetisi berarti prestasi, prestasi adalah kemajuan. Namun, ketika kita lihat bahwa dinegara-negara yang dkritik kebijakannya tadi ternyata tidak sedikit orang sukses, bahkan juga kaya, setidaknya tidak miskin, berarti ada factor lain sehingga perlu mengkaji mengapa seseorang ini miskin?.....



Seandainya kita bertanya satu persatu kepada mereka yang miskin, jawabanya akan bermacam-macam. Bisa jawaban sudah merupakan takdir atau warisan, mungkin juga ada yang menjawab agama kitakan mengajarkan kita agar mencintai orang miskin jadi kalau jadi miskin akan dikasihi. Mungkin juga ada jawaban miskin menjagi kekasih tuhan sedangkan orang kaya banyak godaan dan menjurus keneraka. Tetapi ada juga yang menjawab malas. Ketika dikejar lagi mengapa malas akan muncul beberapa alasan: sudah menjadi kebiasaan orang-orang disekitar itu bermalas-malas mungkin lingkungan mereka yang menjadikannya malas. Sangat mungkin pula tidak ada motivasi atau belum termotifasi untuk tidak malas. Mungkin juga ada jawaban lain lagi ketika ditanya kenapa mau miskin. Tentu dari analisa diatas, yang tidak akan ketinggalan lagi adalah kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi akibat kesalahan kebijakan pemerintah.



Secara sederhana masyarakat adalah kumpulan dari keluarga dan keluarga adalah kumpulan dari individu. Pendidikan yang mencerahkan masyarakat memang pada dasarnya sejak awal, sejak pendidikan dikeluarga kemudian di TH, tingkat dasar dan seterusnya. Itupun masih ditambah dengan sebagian kita berkecimpung dalam pendidikan non formal.

Seandainya masyarakat miskin itu dikelompokan dan diberi modal uang untuk hidup kedepan, hamper dipastikan uang itu akn dipergunakan secara konsumtif. Selama masyarakat miskin masih terpatri untuk konsumtif, selama itupula pengentasan kemiskinan belum akan berhasil seperti yang kita harapkan.

Untuk itu, proses pendidikan kita harus mencerahkan dan menanamkan optimisme, mengubah anak didik menjadi anak didik yang optimistis untuk siap di masa depan, anak yang siap untuk menang dan berhasil dengan masyarakat Negara lain, dan seterusnya. Di samping itu, pelurusan pemahaman nilai-nilai ditengah-tengah masyarakat harus pula dilakukan. Budaya (khususnya lagi tradisi) dan agama harus juga menjadi landasan dan dasar, dan bahkan bertujuan untuk kemajuan dan pengentasan dari kemiskinan.

Reinterprestasi nilai budaya dan ajaran agama adal;ah sebuah keniscayaan. Nilai-nilai kerja keras atau etos kerja, disiplin, tanggung jawab, jujur, tulus membantu dan melayani orang lain, dan yang lainnya adalah konsep etika yang semestinya mendapatkan penekanan dari cara mengajarkan agama. Baru setelah landasan ini dibenahi, pengajaran keterampilan diberikan. Keterampilan saja, sebelum pemahaman mind test diatas, sulit kiranya untuk berhasil. Apalagi jika langsung diberikan uang untuk modal, akan menjadi konsumtif.

Jadi, persoalan kemiskinan seharusnya menjadi perhatian pendidikan, termasuk pendidikan agama sejak awal, sejak dimuasala dan masjid atau tempat ibadah lain untuk mengajarkan kepada umat untuk membantu (memberi bantuan, mendidik, menyelesaikan problem) bukan menjadi peminta-minta atau miskin. Nikmat berupa kemampuan memberi jauh lebih besar dari pada nikmat berupa menerima pemberian. Tentu bukan semata-mata kewajiban pemerintah, namun juga seluruh masyarakat, termasuk mereka sendiri yang miskin.

Mengapa Miskin...??? Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/1824942-mengapa-miskin/

Tidak ada komentar: